Sabtu, 30 Agustus 2008

Nonton Fariz RM



Nama Fariz RM merupakan aset musik Indonesia yang nyaris terlupakan. Apalagi musisi jebolan Pegangsaan ini sempat terkena kasus narkoba. Fariz RM bisa disebut pula sebagai icon Classick Rock Indonesia meski sebagian besar orang menyebutnya sebagai penyanyi/musisi/komposer/arranjer musik Pop Indonesia. Tetapi coba dengarkan album Sakura yang dirilis tahun 1980, dan dengarkan pula lagu Sakura versi asli yang menghentak dalam irama pop rock funk bit up tempo. Denting piano yang merupakan scale dan intro dari lagu Sakura dengan gaya etnis Japanis, mencoba mengingatkanku pada intro lagu Pig milik Pink Floyd dari album Animal (1977)...(ingat blog berjudul Ini Pink Floyd bukan Fariz RM). Belum percaya kalau Fariz RM seorang rocker Indonesia? Coba simak bagaimana dia berupaya membangun grup band Simphony yang merilis tiga album dalam sejarah kariernya yaitu Trapesium (1982), Metal (1983), dan satu album Simphony yang beredar di tahun 1986 di bawah label Musicbox. Dalam kariernya di Simphony, Fariz(bass/vokal) bersama Herman Geely Effendi (kibor), Eki Sukarno (drum), Jimi Pais (gitar) dan Tony Wenas (kibor-khusus album Metal) menciptakan formula musik pop sedikit rock dengan aksen khas The Police, Asia, atau Genesis. Coba dengarkan lagu Sirkus Optic & Video Game yang mirip musiknya dengan lagu Spirit In The Material World dari album Ghost In The Machine (1981). Hentakan ska khas The Police terasa sekali pada lagu Sirkus Optic...itu. Atau lagu Kekal Itu Ada Di Sini (album Metal) dengan gaya swing rock mencoba mengingatkan pada lagu Time Again dari grup Asia (album Asia-1982). Sedangkan lagu instrumental Sepertigapuluhdua dari album Trapesium gaya permainan kibor Herman mengingatkan pada gaya musik Genesis. Ibaratnya Herman kerasukan roh Tony Banks dari Genesis. Itu baru di Simphony, kemudian di Wow, Fariz lagi-lagi menyuarakan musik rock yang tidak terlalu urakan dan terdengar gedongan. Grup musik Wow beranggotakan Darwin B Rahman, Iwan Majid, dan Fariz RM sendiri bahkan terkadang melibatkan nama Eet Syachranie pada gitar. Fariz turut terlibat bersama Wow hanya pada album Produk Hijau (1983) dan Rasio & Misteri (1990). Sementara album Produk Jingga (1985) Iwan Majid menjalankan Wow bersama Darwin, Ichal Indra, dan Musya Yunus hingga arah musik mereka terdengar melenceng ke The Police ketimbang Genesis. Berbeda dengan album Produk Hijau yang banyak mengadaptasi pola musik Genesis era transisi Peter Gabriel ke Phil Collins. Misalnya pada lagu Armagedon yang menampilkan gaya permainan kibor Iwan mirip gaya permainan kibor Tony Banks. Atau lagu Pekik Merdeka dan Merdekanya Orang Kota yang serupa tapi tak sama dengan lagu Behind The Lines-Duche's dari album Duke nya Genesis. Sayang, ketika nama Fariz semakin menjulang terutama setelah sukses dengan Barcelona atau sepulang dari negeri tsb, gaya musiknya cenderung ke corak latin jazz dan new age. Di sisi lain, rekan saya yang pengamat musik jazz sekaligus praktisi musik jazz menilai Fariz is not jazz musician. Padahal Fariz sudah berupaya menampilkan gaya latin jazz pada lagu Barcelona dan Sakura dengan melibatkan Philip Saminato perkusionis asing. Namun di mata saya Fariz tetaplah bagian dari legenda musik rock Indonesia karena pernah memainkan musik rock di tahun 1980-an dan bergabung dengan band rock besar di Indonesia yaitu Gank Pegangsaan. Dan untuk kali kedua di bulan Agustus 2008 tepatnya tanggal 9 lalu, saya senang bisa bertemu dengannya di acara Semarang Just Jazz di lantai 12 Hotel Horison Semarang.Keep On Classick Rock... Nugroho Wahyu Utomo

Sabtu, 09 Agustus 2008

Asia-Band Berpersonel Dahsyat

Kalau ditanya nama grup band yang berisi musisi dahsyat dan berasal dari grup dahsyat pula, jawabannya adalah Asia. Grup musik Asia memang bukan berasal dari kawasan Asia, melainkan berisi musisi rock Inggris terdiri dari Geof Downes (kibor/ back vokal), John Wetton (bass/lead vokal), Steve Howe (gitar), dan Carl Palmer (drum/percussion). Lantas katanya mereka musisi dahsyat yang berasal dari grup band dahsyat? Betul, Steve Howe misalnya, siapa yang nggak kenal dengan gitaris yang (maaf) giginya tuti(metu setitik-keluar sedikit) ini? Dia adalah gitaris Yes bahkan bisa dibilang Steve Howe merupakan icon nya gitaris grup Yes walau Yes pernah merekut Peter Banks dan Trevor Rabin sebagai gitaris grup. Namun nama Howe lah yang turut menciptakan album muktahir Yes di awal tahun 1970-an macam Fragille (1971), Close To The Edge (1972), atau Tale From Topographic Ocean (1973). Howe sendiri sempat bertemu dengan gitaris seangkatannya dari band lain yaitu Steve Hacket (eks gitaris Genesis) pada tahun 1985 dan membentuk GTR. Gaya permainan Howe yang kerap menampilkan permainan klasik dan flamenco latin telah menjadi ciri khasnya di Yes termasuk petikannya yang mampu berunision dengan dentaman bass, kibor, serta drum. Ciri khas lain dari Howe adalah cara memainkannya yang cenderung mirip orang bergurau yaitu dengan meringis-ringis sambil memeluk bodi gitarnya. Ini bisa kita lihat dalam konser-konser Yes atau Asia. Nama berikutnya adalah Carl Palmer. Drummer bertubuh atletis ini merupakan mantan drummer grup Emerson Lake Palmer (ELP). Bila menyebut nama ELP, pasti tak akan pernah lupa dengan hits mereka "Cest La Vie" dari album Works 1 (1977), atau komposisi yang cukup panjang nan energik "Karn Evil No.9" dari album Brain Salad Surgery (1973). Sayang, keperkasaan ELP harus berakhir setelah merilis album Love Beach (1979). Carl Palmer yang pernah bermain di grup Atomic Roster tentu tak mau menjadi musisi pengangguran. Tawaran bergabung dengan grup Asia pun langsung diterimanya dengan welcome. Dan gaya permainan Palmer di Asia ternyata jauh lebih garang daripada di ELP. Seolah gaya musik ELP yang kolosal-progresif telah mengekang naluri permainannya yang gila. Dan naluri yang edan-edanan itulah ditunjukkan saat bermain di Asia, band yang musiknya jauh lebih nge pop progresif rock atau lebih sederhana daripada ELP. Gara-gara keasyikan di Asia, ketika ELP menggelar reuni tahun 1985, Palmer memilih absent dan posisinya diisi oleh Cozzy Powel, drummer yang tak kalah garang dan pernah bermain di Whitesnake, Rainbow, dll. Sementara itu Geof Downes merupakan mantan pemain kibor grup Yes untuk satu album Drama (1980). Gaya permainannya yang cepat dan klasik ternyata mampu mengimbangi gaya permainan kibor pendahulunya macam Tony Kaye, Rick wakeman, dan Patrick Moraz. Namun entah mengapa kehandalannya di Yes dianggap merusak tatanan musik Yes. Kebetulan Downes tidak bergabung dengan satu grup saja, ia bersama Trevor Horn (vokals Yes di album Drama) mengibarkan grup Bugles yang memainkan musik techno pop rock. Hits "Video Kill A Radio Star" merupakan komposisi yang sempat didaur ulang oleh grup band punk The President Of USA pada tahun 1995 dan menjadi video klip pertama yang ditayangkan MTV tahun 1981. Terakhir adalah John Wetton, pemain bass yang juga vokals ini sebenarnya bukan nama baru di kancah musik rock dunia. Hanya namanya kurang begitu di sorot sebelum menjadi frontman sekaligus pendentam bass grup Asia. Ternyata musisi bersuara tebal ini pernah bergabung dalam grup King Crimson dan Brian Ferry & Roxy Music. Di Asia, gaya permainan Wetton memang tidak begitu menonjol, karena ia lebih suka beraksi dengan vokalnya yang tebal. Asia mulai debutnya pada tahun 1982 lewat album Asia dengan hits yang cukup terkenal "Heat Of The Momment" berikut klipnya kerap ditayangkan di MTV. Bahkan komposisi "Time Again" yang berirama swing prog rock sempat mempengaruhi musikalitas band dalam negeri, SAS ketika membawakan lagu berjudul "Rudal" dari album Episode Jingga (1986). Gaya musik Asia juga masih terasa Yes terutama pada komposisi "One Step Looser", dimana gaya permainan gitar Howe mampu berunision dengan bit drum, dentaman bass, dan pencetan kibor dengan cepat. Album berikutnya Alpha (1983) bukannya membawa Asia menjadi lebih baik. Apalagi Howe sempat bertikai dengan Wetton mengenai arah musik Asia. Howe menginginkan beberapa lagu diisi dengan part-part gitar yang panjang, namun Wetton justru sebaliknya. Ujung-ujungnya Wetton mundur dari Asia dan saat konser tahun 1983 di Jepang (direkam dalam album Asia In Asia-1983), posisinya diisi oleh Greg Lake dari ELP. Greg hanya mengisi sesi show Asia, dan Wetton kembali ke Asia lagi. Sedangkan Howe memilih cabut dari Asia untuk bersolo karier sekaligus mengibarkan GTR bersama Steve Howe (eks Genesis). Posisi Howe kemudian diisi oleh Mandy Meyer dari Krokus ketika menggarap album Astra (1985). Begitulah formasi Asia terus berubah-ubah ketika merilis album, dan hanya Geof Downes yang menjadi dedengkot grup yang masih bertahan. Formula musiknya sendiri semakin ngepop dan ringan. Tak mudah mengembalikan Asia seperti ketika mereka dengan garang membawakan lagu "Time Again" atau "Go". Keep On Classick Rock... Nugroho Wahyu Utomo

Rabu, 06 Agustus 2008

Mimpi Ketemu Phil Collins

Jalan Malioboro Jogjakarta merupakan kawasan yang menarik bagi para turis asing untuk sekedar jalan-jalan, atau belanja souvenir buatan dalam negeri untuk dibw ke negara asalnya. Nah, suatu siang aku baru saja turun dari KRD Prameks jurusan Solo-Jogja di Stasiun Tugu Jogja tak jauh dari Jalan Malioboro. Saat berjalan di Malioboro hendak mencari kaset-kaset indie itulah aku melihat sosok bapak berusia 50 tahunan berkacamata, kepala botak, bercelana pendek, mengenakan t-shirt sambil menenteng tas. Bapak bertubuh atletis itu memang turis yang tengah bercakap-cakap dengan Bahasa Inggris kepada para penjual souvenir. Perasaan aku pernah melihat sosok bapak berkebangsaan Inggris tadi, tapi siapa ya? Tak lama kemudian tiba-tiba mulutku langsung berteriak ...Phil Collins!!! Seluruh penjual, turis, dan orang-orang yang ada di Malioboro melihatku dengan muka heran setelah berteriak keras. Dan bapak tadi menoleh kepadaku sambil berkata...yes? Kemudian aku bertanya pada bapak tadi...are you Phil Collins from Genesis? Lantas bapak tersebut tersenyum sambil mengangguk...yes, what your name? "My name is Nugroho, Genesis fans from Semarang - Inodnesian," kataku dengan perasaan girang. Kemudian aku yang kebetulan membawa kamera meminta salah seorang penjual untuk memotretku bersama Phil Collins. Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku di siang bolong. Walah...ternyata cuman mimpi, coba kalau beneran...seneng banget bisa ketemu Phil Collins sang icon Genesis. Kebetulan saat aku mimpi dalam tidur di siang bolong itu, tape di kamarku tengah memutar kaset Phil Collins yang baru saja aku beli judulnya Testify (2002) dan di dalamnya ada lagu lawas milik Leo Sayer "I Can't Stop Loving You" yang iramanya sengaja dibuat up tempo.
Keep On Classick Rock....
Nugroho Wahyu Utomo

Minggu, 03 Agustus 2008

Nguber Jurang Pemisah

Waktu aku masih berumur 9 tahun tepatnya tahun 1981, aku menyaksikan sebuah kaset album bertuliskan Jurang Pemisah dengan cover kaset bergambar sepatu ket putih belel. Di cover kaset tertulis nama musisi/ penyanyi terkenal : Chrisye dan Yockie Suryoprayogo. Di dalamnya ada nama-nama macam James F Sundah, Theodore K S sebagai penulis lagu. Lalu ada Ian Antono dan Teddy Sunjaya yang memainkan gitar dan drum (belakangan aku tahu kalau mereka bersama Yockie S adalah personel God Bless). Mendengar lagunya saja aku sudah merasa aneh tetapi tertarik. Anehnya karena dalam adonan musiknya disisipkan lagu "Gambang Suling" lengkap dengan ornamen musik etnis Jawa. Sedangkan yang menarik karena Chrisye membawakan lagu itu dengan gaya pop sementara musiknya melaju dalam adonan art rock khas Genesis, ELP, atau Yes.
Akhirnya aku jatuh hati dengan kaset album Jurang Pemisah walau saat itu masih duduk di bangku kelas III SD. Tahun 1984 aku masih sempat menyaksikan kaset album tersebut di rumah. Tetapi setelah itu kaset tersebut hilang entah kemana. Padahal saat itu aku sudah menjadi pengagum berat Chrisye. Kalau lihat Chrisye tampil di TV (TVRI waktu itu), wah seneng banget. Dia nyanyi sambil main gitar bass, di belakangnya nampak Yockie S, di barisan gitaris ada Ian Antono, dan drummernya Fariz RM (waktu itu tampil di acara Aneka Ria Safari, November 1983 membawakan lagu Romeo & Julia 83). Setelah tahun 1984, aku mencari-cari kaset Jurang Pemisah, tetapi nggak ketemu. Pencarianku semakin menggebu-gebu ketika James F Sundah merilis album kompilasi berisi karya-karyanya di tahun 1990 dan di album itu ada lagu "Jeritan Seberang" yang dibawakan oleh Amirroez (vokals El Pamas dan Dimensi). Lagu "Jeritan Seberang" adalah lagu pembuka dari album Jurang Pemisah yang kalau aku denger arransement musiknya nyaris mirip lagu "Seven Stones" nya Genesis (album Nursery Cryme-1971). Sayang, pencarianku tentang album Jurang Pemisah belum membuahkan hasil. Lima tahun kemudian tepatnya tahun 1995, aku merasa senang dengan hadirnya lagi album Jurang Pemisah yang diremaster oleh Aquarius. Tahun 2003 saat bertandang ke penjual kaset/ CD bekas di Pasar Johar, aku ditawari CD album Jurang Pemisah, tetapi aku tolak, lantaran aku belum punya playernya dan sudah punya kasetnya. Belakangan aku menyesal akan penolakan tersebut.
Menurutku album Jurang Pemisah merupakan produk rekaman art rock Chrisye bersama Yockie S yang cukup mumpuni musiknya dan kalau bisa tidak perlu di obrak-abrik ke corak musik lain seperti yang terjadi pada album Badai Pasti Berlalu. Coba lihat di toko-toko kaset/ CD, setelah album Badai Pasti Berlalu di racik ulang oleh Erwin Gutawa, akhirnya album Badai Pasti Berlalu versi asli yang digarap Eros Jarot, Chrisye, dan Yockie S di tahun 1977 sudah tidak nampak batang kasetnya lagi. Mungkin hanya bisa diperoleh di penjual kaset bekas. Ini sangat disayangkan. Apalagi Erwin Gutawa menggarap musiknya dengan formula yang ibaratnya mengunyah permen manis tetapi habis itu lewat sudah. Nggak bisa buat pendengarnya seperti aku ini menjadi ketagihan. Esensi musik prog rock/ art rock dari garapan musisi Pegangsaan menjadi hilang. Sehingga hanya ada pada vokalnya Chrisye. Itulah sebabnya mengapa aku menilai kalau album Badai Pasti Berlalu versi asli jauh lebih nagih ketimbang versi sesudahnya, dan berharap album Jurang Pemisah jangan diubah-ubah arransementnya seperti yang terjadi pada album Badai Pasti Berlalu. Mari kita selamatkan album Jurang Pemisah sebagai jejak emas peninggalan Chrisye dan torehan musik yang berkualitas ala Yockie S.
Keep On Classick Rock...
Nugroho Wahyu Utomo