
Minum Kopi Campur Cokelat yang Nikmat
Senin sore di bulan Maret 2003, aku terbangun dari tidur siangku. Waktu menunjukkan pukul 16.10 WIB. Rupanya sudah sore, dan saat itu hujan tanpa disertai bentakan petir turun dengan derasnya. Menambah suasana sore itu terasa dingin. Aku keluar dari kamarku yang luasnya 3 x 6 meter persegi dan merupakan bangunan tua dari bangunan rumah lamaku di Jalan Let Jen S Parman No. 66 a Candi Baru Semarang 50231 yang membuatku terasa nyaman dalam dekapan maupun pekerjaan apapun. Sebelum keluar, karena gelap, aku nyalakan lampu TL di kamar tidurku yang menggantung diatas TV dan jendela. Suasana seperti itu memang sangat menyenangkan. Serasa kembali ke era 1960-an akhir tepatnya di masa psychadelick. Setelah keluar dari kamar tidurku, aku berjalan menuju ke kamar mandi yang licin karena air hujan cukup deras terbawa oleh angin semi kencang. Di kamar mandi aku mengambil air wudlu untuk sholat Ashar. Usai sholat, aku membuat kopi hangat yang aku campur dengan sedikit cokelat bubuk. Sambil membawa secangkir kopi hangat bercampur sedikit cokelat, aku menggelar potongan karpet kecil mirip keset tetapi bersih untuk duduk di atas lantai sembari bersila. Tetapi sebelumnya tape compo yang berada di atas meja kerjaku aku pasang dengan kaset Yes berjudul Close To The Edge. Album (kaset) Yes berjudul Close To The Edge merupakan produk muktahir band art / prog rock Yes tahun 1972 yang hanya berisi 3 lagu. Bayangkan album berisi tiga lagu mirip dengan mini album saja. Tetapi tunggu dulu, album berisi tiga lagu ini rupanya menampilkan lagu-lagu dengan durasi yang panjang. Lagu Close To The Edge merupakan lagu terpanjang diantara lagu panjang Yes di album ini. Bayangkan lagu kok panjangnya lebih dari 20 menit. Mungkin kalau yang mendengarkan anak-anak seusia keponakanku, mendengar lagu macam gitu, sudah pasti angkat kaki-tutup kuping-atau diam-diam (dengan amat sangat kurang ajar) mengganti kaset dengan kaset berisi lagu-lagu easy listening. Kalau gitaris El Pamas, Totok Tewel menyukai album Yes- Tale From Topographic Ocean (1973), maka aku justru mengagumi album Yes-Close To The Edge. Tetapi semua album-album Yes aku anggap bagus kok. Soal selera yang berbeda dengan remaja generasi keponakan, bagiku tidak masalah. Beruntung aku punya keponakan macam Reza yang kini sudah sama-sama tukang insinyur denganku (tetapi beda bidang, aku bangunan, Reza listrik) dan sudah bekerja di Jakarta, mengenal dan menyukai The Beatles, tahu sebagian lagu-lagu Genesis zamannya Peter Gabriel dan Phil Collins, serta suka The Police. Pendek kata, aku berhasil me "racuni" Reza dengan lagu-lagu classick rock macam Genesis, The Beatles, The Police, Yes, Pink Floyd, dan lain-lain, tetapi yang diserap hanya band-band tertentu...lumayan lah. Sedangkan Reza tak mampu me"racuni" aku untuk menyukai lagu-lagu campursari kesayangannya...he he he. Setelah lagu-lagu dari album Close To The Edge berkumandang menggetarkan gendang telingaku, oh ... liukan falseto vokal malaikat Jon Anderson, garukan gitar Steve Howe, dentaman bass dan lengkingan vokal Chris Square, pencetan kibor si dewa kibor Rick wakeman, serta gebukan drum Bill Burfod, mampu membuatku mabuk kepayang sembari menikmati kopi hangat bercampu sedikit cokelat nan lezat di sore yang dingin berhiaskan suara rintik hujan. Tak terasa kopi di dalam cangkirku telah habis, tetapi lagu-lagu di album Close To The Edge baru jalan satu lagu...sayang sekali. Mau nambah kopi, nggak baik buat kesehatan. Ya sudah mendengarkan lagu-lagu Yes di album Close To The Edge sampai tuntas sembari membaca atau melamun membayangkan tengah menonton aksi mereka di panggung. Hingga kini album Yes-Close To The Edge merupakan album yang aku cari-cari khususnya dalam format CD album. Beberapa kali aku mendatangi toko kaset/CD langganan menanyakan remaster album Yes itu, tetapi hasilnya nihil. Memang kota Semarang bukan tempat yang cocok untuk tumbuh kembang penggemar prog rock dan classick rock. Tetapi dalam hati aku yakin suatu saat menemukan CD album itu dan memiliki komunitas sesama pecinta classick rock...Insya Allah. Keep On Classick Rock...
Nugroho Wahyu Utomo
Senin sore di bulan Maret 2003, aku terbangun dari tidur siangku. Waktu menunjukkan pukul 16.10 WIB. Rupanya sudah sore, dan saat itu hujan tanpa disertai bentakan petir turun dengan derasnya. Menambah suasana sore itu terasa dingin. Aku keluar dari kamarku yang luasnya 3 x 6 meter persegi dan merupakan bangunan tua dari bangunan rumah lamaku di Jalan Let Jen S Parman No. 66 a Candi Baru Semarang 50231 yang membuatku terasa nyaman dalam dekapan maupun pekerjaan apapun. Sebelum keluar, karena gelap, aku nyalakan lampu TL di kamar tidurku yang menggantung diatas TV dan jendela. Suasana seperti itu memang sangat menyenangkan. Serasa kembali ke era 1960-an akhir tepatnya di masa psychadelick. Setelah keluar dari kamar tidurku, aku berjalan menuju ke kamar mandi yang licin karena air hujan cukup deras terbawa oleh angin semi kencang. Di kamar mandi aku mengambil air wudlu untuk sholat Ashar. Usai sholat, aku membuat kopi hangat yang aku campur dengan sedikit cokelat bubuk. Sambil membawa secangkir kopi hangat bercampur sedikit cokelat, aku menggelar potongan karpet kecil mirip keset tetapi bersih untuk duduk di atas lantai sembari bersila. Tetapi sebelumnya tape compo yang berada di atas meja kerjaku aku pasang dengan kaset Yes berjudul Close To The Edge. Album (kaset) Yes berjudul Close To The Edge merupakan produk muktahir band art / prog rock Yes tahun 1972 yang hanya berisi 3 lagu. Bayangkan album berisi tiga lagu mirip dengan mini album saja. Tetapi tunggu dulu, album berisi tiga lagu ini rupanya menampilkan lagu-lagu dengan durasi yang panjang. Lagu Close To The Edge merupakan lagu terpanjang diantara lagu panjang Yes di album ini. Bayangkan lagu kok panjangnya lebih dari 20 menit. Mungkin kalau yang mendengarkan anak-anak seusia keponakanku, mendengar lagu macam gitu, sudah pasti angkat kaki-tutup kuping-atau diam-diam (dengan amat sangat kurang ajar) mengganti kaset dengan kaset berisi lagu-lagu easy listening. Kalau gitaris El Pamas, Totok Tewel menyukai album Yes- Tale From Topographic Ocean (1973), maka aku justru mengagumi album Yes-Close To The Edge. Tetapi semua album-album Yes aku anggap bagus kok. Soal selera yang berbeda dengan remaja generasi keponakan, bagiku tidak masalah. Beruntung aku punya keponakan macam Reza yang kini sudah sama-sama tukang insinyur denganku (tetapi beda bidang, aku bangunan, Reza listrik) dan sudah bekerja di Jakarta, mengenal dan menyukai The Beatles, tahu sebagian lagu-lagu Genesis zamannya Peter Gabriel dan Phil Collins, serta suka The Police. Pendek kata, aku berhasil me "racuni" Reza dengan lagu-lagu classick rock macam Genesis, The Beatles, The Police, Yes, Pink Floyd, dan lain-lain, tetapi yang diserap hanya band-band tertentu...lumayan lah. Sedangkan Reza tak mampu me"racuni" aku untuk menyukai lagu-lagu campursari kesayangannya...he he he. Setelah lagu-lagu dari album Close To The Edge berkumandang menggetarkan gendang telingaku, oh ... liukan falseto vokal malaikat Jon Anderson, garukan gitar Steve Howe, dentaman bass dan lengkingan vokal Chris Square, pencetan kibor si dewa kibor Rick wakeman, serta gebukan drum Bill Burfod, mampu membuatku mabuk kepayang sembari menikmati kopi hangat bercampu sedikit cokelat nan lezat di sore yang dingin berhiaskan suara rintik hujan. Tak terasa kopi di dalam cangkirku telah habis, tetapi lagu-lagu di album Close To The Edge baru jalan satu lagu...sayang sekali. Mau nambah kopi, nggak baik buat kesehatan. Ya sudah mendengarkan lagu-lagu Yes di album Close To The Edge sampai tuntas sembari membaca atau melamun membayangkan tengah menonton aksi mereka di panggung. Hingga kini album Yes-Close To The Edge merupakan album yang aku cari-cari khususnya dalam format CD album. Beberapa kali aku mendatangi toko kaset/CD langganan menanyakan remaster album Yes itu, tetapi hasilnya nihil. Memang kota Semarang bukan tempat yang cocok untuk tumbuh kembang penggemar prog rock dan classick rock. Tetapi dalam hati aku yakin suatu saat menemukan CD album itu dan memiliki komunitas sesama pecinta classick rock...Insya Allah. Keep On Classick Rock...
Nugroho Wahyu Utomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar