Selasa, 21 Oktober 2008

Album Pop Indonesia Rasa The Police

Zona 80...??? Masih ada...!!! Begitulah jargon yang disampaikan dua presenter acara Zona 80 di salah satu televisi swasta nasional dan tayang setiap minggu malam pukul 22.00 - 23.00 WIB serta sabtu sore pukul 15.00 - 16.00 WIB. Mendengar nama Zona 80 dengan konsep musik era 80-an, aku jadi teringat masa remajaku atau menjelang remaja...ya antara duduk di bangku kelas V SD s/d kelas I SMP. Masih ABG. Pada masa itu begitu banyak musik pop dunia maupun Indonesia terpengaruh budaya new wave. Musik-musik pop dari british saat itu begitu merajai blantika panggung musik dunia ketimbang musik pop Amrik. Beda dengan sekarang yang banyak digempur musisi Amrik. Sementara musisi british yang menjadi idolaku menjadi minim. Nah, saat itu nama grup musik ska The Police dari Inggris benar-benar menjadi panutan remaja seusiaku termasuk band-band techno pop lainnya macam Duran Duran, Alphaville, A-ha, Arcadia (sempalan Duran Duran), Men At Work, Pet Shop Boys, dll. Namun anehnya di Indonesia, musisi yang menerapkan konsep musik techno pop belum begitu banyak bahkan bisa dibilang belum ada sama sekali. Konsep musik techno mungkin baru muncul di Indonesia menjelang penghujung tahun 1980-an tatkala Kla Project dan Superdigy nya Fariz RM-Eet Syachranie-Sony Subowo mencuat ke permukaan. Sementara pada pertengahan era 1980-an musisi Indonesia lebih terpengaruh kebesaran dan keagungan ska ala The Police. Musik ska nya The Police dengan musik ska era milenium jelas beda banget. Karena musik ska The Police memadukan antara elemen musik pop rock-reagge-new wave. Sedangkan musik ska era milenium (akhir era 1990-an) lebih banyak didominasi hard core. Jadi musik The Police menurutku lebih sederhana daripada musik ska era sesudahnya. Hanya mengandalkan tiga personel yaitu Sting (vokal/bass), Andy Summer (gitar), dan Stewart Copeland (drum/perkusi) mereka mampu menghasilkan musik ska yang penuh sensasi mulai dari album Outland's Du Amour (1978), Regatta de Blanc (1979), Zenyatta Mondata (1980), Ghost In The Machine (1981), Syncronicity (1983), dan Every Breath You Take - singel (1986). Musisi di Indonesia latah meniru gaya The Police dua tahun setelah mereka merilis album Zenyata Mondata. Seharusnya musisi kita sudah meniru The Police sejak tahun 1979/1980. Namun saat itu musisi kita tengah terbuai oleh musik pop khas Badai Band (Chrisye - Yockie -Eros Jarot) yang beraroma Genesis dan Yes dengan lirik beraroma bahasa perlambang. Saat Fariz RM membentuk grup musik Shympony yang beranggotakan dirinya sendiri pada bass dan lead vokal, Herman Geely Effendi (kibor), Eki Soekarno (drum), dan Jimi Pais (gitar) merilis album Trapesium (1982) dan melejitkan hits "Interlokal", mereka bisa dikatakan sebagai pengibar corak The Police di blantika musik pop Indonesia. Mau tahu buktinya? Coba dengarkan lagu "Sirkus Optik & Video Game" yang mirip dengan lagu "Spirit In The Material World". Walau berbeda temponya, irama, dan melodinya, namun bila disimak memang nyaris ada kemiripan. Lagu "Sirkus Optik & Video Game" temponya lebih up (cepat) sedangkan "Spirit In The Material World" berirama mid (sedang). Lagu "Sirkus..." iramanya condong ke semi pop rock terutama di bagian verse, itulah sebabnya ketukannya dibuat up. Sementara lagu "Spirit..." agak condong ke reagge. Namun kesamaannya saat masuk ke reffrain iramanya sama-sama condong ke semi pop rock. Lain halnya dengan trio Chrisye-Yockie Suryoprayogo-Eros Jarot yang comeback dengan album Resesi (1983). Tumben, Chrisye bersama Eros dan Yockie yang sebelumnya sukses menggarap album Badai Pasti Berlalu (1977) dengan lagu-lagu cinta, pada album Resesi termasuk dua album berikutnya yang merupakan trilogi album-album mereka bertiga (Metropolitan 1983 dan Nona 1984) malah menampilkan lagu-lagu dengan lirik sarat kritik sosial. Lirik-lirik karya Yockie dan Eros Jarot memang sarat kritik sosial misalnya tentang kegelisahan anak sekolah yang setelah lulus nggak mendapatkan apa-apa termasuk kerja (lagu "Lagi-Lagi di album Metropolitan, 1983), persoalan resesi ekonomi yang membuat rakyat berteriak dan remaja mengalami frustasi hingga mengkonsumsi cocain-morfin sejenisnya, orang tua banyak yang brooken home (lagu"Resesi" album Resesi, 1983), persoalan kehidupan di kota metropolitan yang penuh kesemrawutan (lagu "Metropolitan", 1983), atau kasus hilangnya anak kesayangan akibat pergaulan bebas yang nggak jelas (lagu "Berita Ironi" album Nona, 1984). Lirik dengan bahasa kritik sosial itu memang pas dengan karakter lagu-lagu ska yang dimainkan The Police. Namun aku menilai sisi pengaruh The Police pada musik mereka ada pada lagu "Resesi" yang dentaman bass nya Chrisye mirip dengan dentaman bass nya Sting pada lagu "Walking On The Moon" (album Regatta de Blanc, 1979)b atau lagu "Leni" dari album Resesi yang bit-bitnya termasuk petikan gitar Ian Antono pada lagu ini yang mirip dengan lagu "De Do Do Do De Da Da Da" album Zenyata Mondata (1980). Soal ini Chrisye mengakuinya dalam buku Sebuah Memoar Musikal (2007) bahwa dia sengaja mengikuti trend musik saat itu yang menggilai musik-musik The Police. Padahal sebenarnya Chrisye dan rekan-rekan musisi Pegangsaan / Badai band lainnya justru penggila band prog rock macam Genesis, Yes, ELP, dll. Pengaruh The Police terakhir melibas album milik Chrisye cs pada lagu "Nona". Iramanya mengingatkan pada lagu "Every Breath You Take". Nada-nada contra yang dinyanyikan Chrisye pada lagu "Nona" terutama di bag reffrain, memang setara dengan nada-nada contra dari Sting pada bagian reffrain lagu "Every Breath You Take" (album Syncronicity, 1983). Musisi Yockie Suryoprayogo kala disibukkan menggarap proyek musik dengan Chrisye dan Eros Jarot juga latah meniru The Police, tepatnya pada album Punk Eksklusif (1983). Lagu "Srikustinah" misalnya, iramanya condong ke pop reagge mencoba mengingatkan pada lagu "The Bed's Too Big Without You" nya The Police di album Regatta de Blanc (1979). Lagunya sendiri juga bukan lagu tema cinta, namun kisah sosok Srikustinah nan lugu, gadis desa yang nekat merantau ke kota metropolitan Jakarta yang penuh dekadensi dan kesemrawutan. Aroma The Police mempengaruhi pola musik pop Indonesi baru berangsur-angsur hilang di tahun 1985. Mungkin grup musik Wow yang saat itu minus Fariz RM merilis album Produk Jingga (1985). Lagu "Puber" ketara sekali bila mereka terpengaruh The Police terutama lagu "Don't Stand So Close To Me" dari album Zenyatta Mondata (1980). Tetapi para musisi kita bukannya meniru mentah-mentah The Police apalagi sampai menjiplak. Mereka mengolah dengan gaya sendiri. Itulah sebabnya musik pop Indonesia karya saat itu aku sebut sebagai musik pop Indonesia rasa The Police. Karena ada pengaruh The Police.
Keep On Classick Rock...
Nugroho Wahyu Utomo



1 komentar:

Amira mengatakan...

alo mas...
wah keren banget ulasan2nya... salut mas...
jgn bosen kasih masukkan buat blog saya ya...
thanx...