Rabu, 30 Juli 2008

Pergantian Vokals, Mengapa Tidak...?






Banyak yang menyebut album milik grup Yes berjudul Drama dan dirilis tahun 1980 sebagai album yang musiknya kehilangan unsur Yes nya. Sedemikian mudahnya orang khususnya pecinta musik prog rock/art rock bahwa album tersebut sudah kehilangan warna Yes nya. Dimanakah letaknya? Padahal bila menyimak lagu-lagu pada album ini masih terasa kental ciri khas Yes nya misalnya pada lagu "In To The Lens" yang banyak menyajikan unsur unision gitar/bass/kibor/drum sebagaimana ciri khas dari Yes sejak album Yes Album (1970) ...ingat dengan lagu "Your Is No Discarge". Bahkan warna vokal Trevor Horn yang menggantikan posisi Jon Anderson serta permainan kibor Geoff Downes yang menggantikan peran Rick Wakeman, masih tetap menjaga warna progresifitas musik Yes. Harmonisasi vokal Chris Square (bass/vokal) dengan vokal Trevor Horn tetap menciptakan kenangan masa lalu duet vokal Chris dengan Jon Anderson. Lantas dimanakah letak minggat nya corak Yes itu? Usut punya usut, hanya masalah pergantian vokals dan pemain kibor. Penggemar prog/art rock khususnya Yes tetap menuduh Trevor Horn dan Geoff Downes sebagai biang kerok hilangnya warna Yes. Kasus yang sama menimpa ketika posisi vokals Genesis dihibahkan dari Peter Gabriel ke Phil Collins mulai album A Trick Of The Tail (1976) atau vokals Marillion dari Fish ke Steve Hoggart sejak album Session End (1989). Sebegitu fanatiknya para pecinta musik prog/art rock kepada icon dari grup musik yang dikaguminya. Namun bila sejarah sebuah grup musik harus berjalan semacam itu, apa boleh buat. Ibaratnya inilah jalan terbaik untuk menyelesaikan konflik yang kemungkinan terjadi pada sebuah grup band. Grup band macam Yes, Genesis, Marillion masih beruntung memiliki orang-orang yang masih mau menggerakkan band ini terus berjalan paska ditinggalkan sang bintangnya. Di dalam Yes ada Chris Square yang konsisten mengibarkan band yang didirikan di Inggris sejak tahun 1968 bersama Jon Anderson, atau di Genesis ada Tony Banks yang senasib sependeritaan ketika Genesis dilanda pasang-surut karena bongkar pasang personelnya. Mereka beruntung tidak seperti The Beatles atau Led Zeppelin yang memilih tutup buku ketika personelnya ada yang tanggal. Paul Mc Cartney memilih cabut hingga The Beatles berantakan tahun 1970, dan John Bonham tiba-tiba tewas yang memaksa Led Zeppelin mendarat dari panggung musik rock dunia tahun 1980.
Seharusnya para pecinta musik prog / art rock macam penggemar Yes, Genesis, atau Marillion belajar kepada para penggemar musik hard rock khususnya penggemar grup Deep Purple. Lihatlah bagaimana ketika posisi Ian Gillan yang lebih dikenal sebagai vokals Purple ketimbang pendahulunya Rod Evans, tiba-tiba terlibat konflik dengan Richie Blackmore (gitaris) dan memilih pergi dari Purple bersama pemain bass Roger Glover hingga akhirnya posisinya diisi vokals otoriter David Coverdale dan pemain bass Glen Hughes di tahun 1974. Toh, bukan karena album Burn dan komposisi Soldier Of Fortune yang meledak di tahun 1974, tetapi karena para personel baru Purple lebih cepat membuat para penggemarnya untuk tak berpaling pada mereka. Caranya? Dengan pola musik atau lagu yang tak kalah bagus dengan gaya musik atau lagu sebelumnya. Bahkan aksi panggung mereka mampu menyulut adrenalin penonton untuk menyanyi, berteriak, dan bergoyang.

Keep On Classick Rock...
Nugroho Wahyu Utomo

Minggu, 13 Juli 2008

Mereka Perlu Diselamatkan

AKU mengenal nama Guruh Gipsy sebenarnya sejak tahun 1978. Saat itu aku melihat ada buku bergambar para musisi terkenal macam Chrisye, Keenan Nasution, Guruh Soekarno Putra, Abadi Soesman, dll. Dalam hati aku bertanya, siapa sih Guruh Gipsy itu? Seperti apa musiknya? Pada kover belakang ada para personel Guruh Gipsy mengenakan busana adat Bali tengah memainkan musik, tetapi formatnya lukisan beraliran realisme. Ketika aku mulai menyukai lagu-lagu Chrisye, aku menemukan buku itu lagi pada tahun 1984 secara tidak sengaja. Dari buku itu aku tahu kalau Chrisye lahir di Jakarta, 16 September 1949...tua banget ya? Lalu aku mengenal nama Oding Nasution, Roni Harahap yang ternyata adalah personel grup musik Cockpit Band, grup yang spesialis membawakan lagu-lagu milik grup Genesis. Oh...ternyata mereka suka Genesis, bagaimana dengan yang lain? Jawabannya baru aku peroleh lebih dari 15 tahun kemudian bahwa para personel Guruh Gipsy gandrung dengan musik prog rock era 70-an macam Genesis, Yes, ELP, dll. Bahkan lagu "Indonesia Mahardika" yang sangat panjang itu reffrainnya nyaris mirip "Picture At Exhibition" nya ELP (sebenarnya komposisi itu karya komponis musik klasik: Murugosky). Tetapi ketika aku tanyakan ke Roni Harahap usai menyaksikan penampilannya bersama Cockpit Band di Hotel Graha Santika (kini santika Premier) bulan Februari 2001 membawakan lagu-lagu Genesis, ternyata disanggah oleh pemain kibor berdarah Batak itu. "Kalau intronya kami ambil dari intro lagu "Just The Way I Like It" nya K C & The Sunshine Band," kata Roni Harahap.Saat itu aku lagi getol-getolnya nyari kaset Guruh Gipsy. Beruntung pada tahun 2004 aku berhasil mendapatkannya dengan harga murah, Rp 25.000,- lewat jasa seorang teman kolektor dari Jakarta, namanya Ivan. Setelah aku dengarkan, gila ...musiknya mampu menggabungkan musik prog rock ala Genesis, ELP, Yes dengan musik tradisional Bali. Konon kolaborasi ini diteruskan oleh God Bless pada album Cermin (1979) tepatnya pada lagu "Anak Adam" dan Gong 2000 dalam setiap albumnya. Namun semangat dan penyatuan musik Bali dengan prog rock Guruh Gipsy belum tertandingi oleh band manampun termasuk God Bless dan Gong 2000. Lagu "Geger Gelgel" ada pengaruh dari musik grup Yes terutama intro gitar dari Odink Nasution yang mirip dengan intro lagu "Heart Of Sunrise" nya Yes dari album Fragille (1971), atau bagian jeda lagu "Janger..." ada outro lagu "Watches Of The Skies" nya Genesis dari album Foxtrot (1972). Aku benar-benar terkagum-kagum bagaimana Guruh Gipsy mampu menggabungkan komposisi klasik karya Frederick Chopin berjudul "Fantasia Improptu" menjadi "Chopin Larung" dengan elemen musik Bali. Tarikan vokal Chrisye yang kolosal banget terasa pada lagu itu, termasuk pada lagu "Smaradhana" yang belakangan diubah dalam format pop hustle mid tempo di album Sabda Alam nya Chrisye (1978). Sayang, generasi sekarang banyak yang cuek beibeh dengan kerjakeras musisi rock era 70-an macam Guruh Gipsy. Hal itu wajar mengingat musik mereka agak rumit. Anyway, mereka juga perlu diselamatkan karya-karyanya agar bisa langgeng. Keep Classick Rock... Nugroho Wahyu Utomo

1971 Tahun Sukses Musik Rock





Tahun 1971 menjadi tahun kejayaan musik rock. Beberapa grup band di Inggris mampu mencoretkan namanya di kancah musik rock dunia sebagai grup band mumpuni dengan gaya musiknya sendiri. Grup musik Led Zeppelin merilis album keempat dengan menonjolkan hits evergreennya: "Stairway To Heaven" dan "Black Dog". Saat itu band yang digawangi : Robert Plant (lead vokal), Jimi Page (gitar), Jon Paul Jones (bass), dan John Bonham (drum) memang tengah kenceng-kencengnya berkarya, setelah tiga album sebelumnya sukses di pasaran. Berkat lagu "Stairway To Heaven" nama Led Zeppelin seolah melesat lebih tinggi lagi dan lagu ini menjadi pujaan para umat claro (pecinta classick rock) termasuk diluar claro, karena dianggap sebagai lagu yang mampu mencolek indra pendengaran penikmat musik. Ibarat sebuah makanan, maka cara mengolahnya memang rumit, tetapi kita yang menikmati akan mengucapkan kalimat ...mak nyusss. Nah, itulah julukan yang pantas untuk "Stairway To Heaven" nya Led Zeppelin. Tidak cuma Led Zeppelin, di kubu hard rock masih ada Deep Purple yang meluncurkan album Fireball, dan album ini mampu menandingi album In Rock (1970) atau Concerto For The Group And Orchestra (1970), walau pada akhirnya kalah pamor dengan "Smoke On The Water" dari album Machine Head (1972). Namun nama Deep Purple mark 2 : Ian Gillan (vokal), Richie Blackmore (gitar), Roger Glover (bass), Jon Lord (kibor), dan Ian Paice (drum) merupakan formasi terbaik dan hingga kini belum ada yang menandingi keperkasaan dan kedahsyatan formasi itu. Sementara itu dari kubu art rock muncul Genesis yang baru saja memproklamirkan formasi keempat : Peter Gabriel (vokal/flute/tamborine/bass drum), Steve Hacket (gitar), Mike Rutherfod (bass/gitar), Tony Banks (kibor), dan Phil Collins (drum). Nama Steve Hacket dan Phil Collins, kelak yang membawa Genesis ke percaturan musik rock dunia, walaupun saat itu nama Genesis sudah dikenal berkat aksi teatrikal Gabriel di panggung. Apalagi dengan diluncurkannya album Nursery Cryme (1971), pola musik art rock Genesis jauh lebih terarah daripada pola musik art rock di album sebelumnya, Trespass (1970). Masih dari kubu art rock, grup musik Yes baru saja melibatkan nama pianis dan pemain kibor terbaiknya, Rick Wakeman setelah sebelumnya merangkul Steve Howe pada gitar. Album Fragile yang diluncurkan tahun 1971 semakin mempertegas Yes dalam tatanan musik art rock yang berbeda dengan gaya musik art rock Genesis. Mereka lebih mengandalkan harmonisasi vokal mirip koor misalnya pada komposisi "Roundabout" sebagai pengulangan dari harmonisasi vokal pada lagu "I've Seen Good A People" dari album Yes Album (1970). Terakhir dari lini musik psycadelick / prog rock adalah Pink Floyd yang menggeber album Middle dan memajang komposisi "Echoes" yang panjang. Suara efek yang nglangut pada bagian jeda lagu dan akhir lagu, seolah membawa kita yang menyimaknya terbawa melayang memasuki sebuah lubang yang penuh misteri. Seperti mengajak masuk ke dalam mesin waktu. Keep On Classick Rock...
Nugroho Wahyu Utomo

Rabu, 09 Juli 2008

Kaset Genesis Pertama Yang Aku Beli


Tahun 1983 merupakan kecintaanku terhadap Genesis mulai muncul. Namun dari tahun 1983-1984 tak ada satupun kaset Genesis yang aku beli, pasalnya aku belum punya duit untuk beli kaset saat itu. Harga kaset barat saat itu terhitung murah, yaitu Rp 1750,- Rp 2000,-. Bandingkan dengan sekarang yang harganya mencapai Rp 25.000,- perkaset atau mungkin setelah BBM naik menjadi Rp 26.000,- s/d Rp 27.000,-. Pada tahun 1985 tepatnya bulan Juli aku merengek minta dibelikan kaset Genesis Live di toko kaset Mini Market Jalan Sultan Agung Semarang (kini sudah tutup). Harganya waktu itu terhitung murah, tetapi mana ada duit sebesar itu untuk beli kaset, apalagi uang sakuku Rp 100,-/hari. Akhirnya aku dibelikan kaset Genesis Live produksi Audio Master oleh kakakku. Aku nggak cuma terkesan dengan susunan lagunya :Side A:- I Just Job To Do - Follow You Follow Me - Turn It On Again - Behind The Lines - Duche's - Afterglow
Side B:- I Know What I Like - The Lambs Lies Down On Broadway - Squounk - Me & Sarah Jane - AbacabTetapi juga sampul kaset yang dipenuhi foto-foto konser Genesis tahun 1976-1982 yang yahoi. Kemudian aku mulai mencari kaset Genesis yang aa lagu "Dodo" seperti yang pernah dimuat dalam album Three Sides Live atau Abacab, soalnya aku suka musik funk bit slow yang ada pada lagu itu. Akhirnya pada bulan Januari 1986 aku berhasil mendapatkan kaset Genesis - Three Sides Live-Platinum Album 13 produksi Billboard. Itu saja aku nodong kakakku yang kebetulan belanja di Mini Market Jalan Sultan Agung Semarang. Namun akhirnya aku bisa beli kaset-kaset Genesis sendiri dari hasil jerih payahku mengumpulkan duit receh Rp 100,-/hari, lama-lama duitku jadi Rp 2.000,- s/d Rp 3.000,-. Kaset-kaset Genesis yang aku beli sendiri adalah Genesis 86 Invisible Touch (Aquarius), I'd Rather Be You (Ego Record), Invisiblelife (Hins Colection), Abacab (Polygram), Genesis (Polygram), From The Begening Until Now 3 (Team Record), Selling England By The Pound (Yess), We Can't Dance (Virgin), And Then There Were Three (Yess),Jesus He Knows Me (Virgin), Live-The Way We Walk 1 (Virgin), Live-The Way We Walk 2 (Virgin), From The Begining Until Now 6 (Team Record), From The Begining Until Now 7 (Team Record) The Best Of Genesis 1, 2, 3, 4, Genesis 83 (Aquarius), From The Begining Until Now 2 (Team Record), From The Begining Until Now 1( Team Record), Calling All Station (EMI/Virgin), Turn It On Again The Hits (EMI/ Virgin), Duke (Virgin), , Mama Tour (Aquarius), Genesis Live (Contessa). Oh ya untuk daftar kaset Genesis yang aku beli sendiri dari Genesis 86... s/d Invisiblelife..., aku beli dari hasil nabung duit Rp 100 perak/hari. Kemudian dari kaset Abacab...s/d From The Begining Until Now 3... aku beli dari hasil uang saku Rp 5000,- /bulan, Selling England ...s/d Live The Way We Walk 2...aku beli dari hasil membuka uang tabunganku hasil pemberian ortu dan kakak, From The Begining Until Now 6... s/d Genesis Live... dari hasil kerja. Tambahan keterangan lagi... untuk kaset From The Begining Until 3, 6, 7, 2, 1, The Best Of Genesis 1, 2, 3, 4, Genesis 83, Selling England By The Pound, And Then There Were Three, Mama Tour, Genesis Live... aku beli di pasar kaset tua di Pasar Johar Semarang dan Ngejaman Yogyakarta. Selain itu aku juga dapat pemberian kaset-kaset Genesis dari kakakku yang semuanya produksi Yess yaitu : The Lambs Lies Down On Broadway, Wind & Wuthering, Second Out 1, Second Out 2, Three Sides Live-Live & Studio, Three Sides Live-Live, Genesis, serta From Begining Until Now 10 (Team Record). Lengkap sudaj koleksi kaset-kasetku Genesis.
Keep On Classick Rock...
Nugroho Wahyu Utomo

Jumat, 04 Juli 2008

Menguber Deep Purple

Nama Deep Purple aku kenal sejak tahun 1985 pula, sama dengan band-band classick rock lainnya. Namun pada tahun tersebut aku belum bisa bersentuhan langsung dengan karya-karya Deep Purple, bahkan sejarah bandnya sendiri saja aku belum tahu. Gara-gara membaca Majalah Hai yang saat itu masih 70% mengulas musik (lain dengan sekarang yang full lifestyle anak sekolah), salah seorang pembaca (yang mungkin maniak Deep Purple) mencoba menanggapi tulisan band idolanya itu secara detail. Sampai si tukang protes itu bener-bener protes ketika dewa gitar Deep Purple is Richie Blackmore wajahnya (kalau nggak salah ingat) disamakan dengan seekor tikus...(itu baru penggemarnya yang marah, belum orangnya). Namun ketertarikanku dengan Deep Purple bukan lantaran protes tentang si Blackmore, melainkan kemegahan band itu sendiri yang ditunjukkan dalam gambar di majalah. Gaya mereka yang brutal, ini mesti band rock yang lebih ngerock daripada band rock lainnya. Artinya musik mereka jauh lebih keras daripada band rock yang aku kenal sebelumnya. Seberapa keras musik Deep Purple itu? Lagu Deep Purple yang pertama kali aku dengar adalah "Highway Star" yang aku dengerin secara iseng lewat headphone sebuah toko kaset Mini Market Jalan Sultan Agung (kini sudah tutup). Baru dengar intronya, wuihhh...gila man, dibuka dengan patern bass Roger Glover dan patern gitar dari Blackmore, disusul teriakan Ian Gilan yang melengking tinggi. Udah cuman satu lagu doang yang aku dengerin dari kaset The Best Of Deep Purple produksi Team Record pada tahun 1986. Kebetulan saat itu kakak kelasku di SMP N V lagi nyari album terbaru Deep Purple berjudul House Of Blue Light yang covernya bergambar pintu rumah bergaya gothic terbuka dikit. Tetapi apa yang dicari kakak kelasku itu hasilnya nihil, soalnya kasetnya belum beredar. Tahun 1988, saat duduk di bangku kelas 1 SMA, aku baru tahu kalau lagu "Sholdier Of Fortune" merupakan lagunya Deep Purple. Lagunya bluessy banget, dan sebelumnya saat duduk di TK aku sepertinya sudah pernah nguping lagu itu. Kemudian lagu "When A Blind Man Cries" yang lebih ngebluess juga pernah aku dengerin saat masih TK. Oooo....ternyata itu lagu-lagunya Deep Purple to? Kalau begitu, aku dari kanak-kanak secara tak langsung sudah nguping lagu-lagu Deep Purple dong? Ketika kaset-kaset barat harga Rp 2000 perak mulai ditarik dari peredaran tahun 1988, aku nyesel belum memiliki satu set kaset album Deep Purple. Bahkan sampai kini koleksi kaset Deep Purple ku masih loncat-loncat. Nggak percaya? Nih lihat koleksiku Deep Purple: Shades Of Deep Purple (1968), In Rock (1970), Fireball/Machine Head-Deep Purple-The Complate Story/Billboard (1971/1972), How Do We Think We Are (1973), Burn (1974), Strombringer (1974), Come Taste The Band (1976), Made In Europe (1976), Made In Japan (1976), Perfect Stranger (1984), House Of Blue Light (1986), Nobody's Perfect (1988), Slaves Of Master (1990), Deep Purple.....(1993), Abandone (1998), Deep Purple ....(2003), Friends Of Relatives (2000), CD MP3 Deep Purple. Paling senang kalau aku dengerin lagu "Child In Time" dari album In Rock yang diwarnai teriakan Gillan mirip Rhoma Irama (mungkin bang haji meniru Gillan ya?) dan unision gitar, bass, serta kibor dan drum dari para personel Purple saat akan masuk ke bagian jeda dan petikan gitar Blackmore lagi-lagi mengingatkanku pada petikan gitar bang Rhoma. Memang banyak lagu-lagu Rhoma Irama yang musiknya nyaris mirip dengan Deep Purple, hingga aku pun iseng di komputerku aku masukkan lagu-lagu Deep Purple dan folder untuk menyimpan lagu itu aku tulis : Soneta Grup Cabang Jerman....he he he he. Entar kalau ada file-file lagunya Rhoma Irama & Soneta maka foldernya aku tulis : Deep Purple cabang Jakarta...hi hi hi hi. Oh ya, Deep Purple itu pernah manggung di Indonesia, dan bisa jadi mereka aku sebut sebagai band rock legendaris yang pertama kali tampil di Indonesia. Mana nih band-band rock legendaris lainnya macam Black Sabbath, Queen with Paul Rogers, Yes, ELP, Led Zeppelin with Jason Bonham, The Police, apakah mau manggung di Indonesia?Keep On Classick Rock... Nugroho Wahyu Utomo

Kamis, 03 Juli 2008

Salah Kaprah Soal The Rolling Stones

SALAH KAPRAH SOAL THE ROLLING STONES
Suatu malam di bulan Oktober 1983, aku membaca Majalah Hai yang didalamnya terdapat profil grup musik Journey, band rock asal Amrik. Pada Majalah Hai, Journey bertutur kisah mengenai tantangan yang harus dihadapi ketika sepanggung dengan grup musik legendaris The Rolling Stones di Amrik. Beruntung mereka tampil di negaranya sendiri, sehingga ketika tampil sebagai band pembuka band si dower Mick Jagger, Journey agak merasa canggung, namun penonton sangat antusias, hingga akhirnya penampilan mereka disambut hangat oleh penonton. Malahan ada Stones Mania (Penggemar The Rolling Stones) yang langsung jatuh hati kepada musik Journey. Dalam hati aku bertanya, siapakah The Rolling Stones itu? Saat itu pula aku juga membaca sebuah kartun di harian Suara Karya, ada dua orang tokoh kartun mencoba berlagak menjadi raja rock Mick Jagger. Siapa Mick Jagger itu? Ternyata ketika aku menyaksikan fotonya di Harian Kompas, si Mick Jagger tidak berdandan ala rocker yang kerap memamerkan tato di lengan, atau perhiasan ala metal di kostumnya. Penampilan Jagger ketika aku saksikan dengan kedua mataku adalah sosok rocker yang sederhana dengan t-shirt warna merah tua, dan celana jeans coklat muda ia bernyanyi penuh ekspresi. Hanya rambut mungkin yang mencerminkan dia sebagai sosok rocker ideal. Itu baru Jagger, belum The Rolling Stones. Aku masih mencari tahu apa itu grup The Rolling Stones. Tahun 1984, aku mendengarkan kaset Big Ten 2 produksi Billboard milik kakakku yang di dalamnya tertera nama The Rolling Stones disamping band-band besar lainnya macam Queen, Van Hallen, The Police, Yes, Genesis, Slade. Aku tunggu sampai terdengar satu lagu The Rolling Stones berjudul "She Was Hot" yang belakangan aku tahu di ambil dari album Undercover (1983). Rif-rif gitar yang dimainkan Keith Richard langsung membawaku ke alam musik rock n roll. Oh ternyata ini musiknya The Rolling Stones, rock n roll, ada soul bluessnya, dan disisipi sound ala Amerika khususnya corak country dalam permainan gitar Keith Richard. Vokal Jagger terbilang urakan menurutku, maka pantaslah bila orang-orang menyebutnya sebagai Raja Rock. Lantas apa julukan yang pantas bagi Dave Lee Roth ketika menjadi frontman Van Hallen? Padahal gaharnya vokal Roth dengan Jagger masih lebih gahar vokal Roth. Kebetulan di kelasku SD Pangudiluhur Yogya, punya teman seorang Stones Mania namanya Agung. Dia nggak cuma pecinta Jagger cs, tetapi juga jago breakdance. Sayang, aku nggak sempat tanya lebih jauh soal The Rolling Stones padanya. Ketika SMP rasa ingin tahuku terhadap The Rolling Stones makin menggebu. Apalagi kakakku di Yogya membeli kaset The Very Best Of The Rolling Stones produksi Audio Master pada tahun 1985. Sayang, aku nggak sempat menyimak kaset itu ketika kakakku harus buru-buru ke Yogya untuk menyelesaikan kuliahnya. Ternyata di Radio RCT setiap malam minggu ada acara Rolling Stones In Program. Aku dengarkan acaranya walau ramuan musiknya belum nyantol di otakku. Rupanya The Rolling Stones itu band tua yang dibentuk tahun 1963 oleh Jagger dan Richard dan mereka mulai meluncurkan single pertamanya berjudul "Come On" pada tahun 1963. Berarti The Rolling Stones satu angkatan dengan The Beatles dan sudah pasti saingan tetapi bersahabat karena berasal dari Inggris. Anehnya musik The Rolling Stones cenderung beraroma american rock bukan british rock. Berbeda dengan The Beatles, Queen, Led Zeppelin yang masih menunjukkan jati dirinya sebagai band Inggris dengan mengusung sound Inggris yang beraroma klasik dan nyeni. Itulah sebabnya meskipun di rumah akhirnya mengoleksi kaset-kaset The Rolling Stones, tetapi jarang aku dengarkan. Anyway, The Rolling Stones tetap aku anggap sebagai band legendaris yang masih aktif hingga kini.Berikut koleksi kaset-kaset The Rolling Stones punyaku yang masih loncat-loncat (nggak komplet) :The Rolling Stones-The Complate Story 2 (1964), 12 x 5 (1964), Aftermath (1965), Beetween The Butoms (1967), Flowers (1967), The Rolling Stones-The Complate Story 7, Beggars Banquet-CD Album (1968), Sticky Finger (1971), The Rolling Stones-The Complate Story 10, The Rolling Stones-The Complate Story 11, Black & Blue (1975), The Rolling Stones-The Complate Story 13, The Rolling Stones-The Complate Story 15, The Rolling Stones-The Complate Story 17, Undercover (1983), Dirty Work (1986), Steel Whels (1989), Flashpoint(1991), The Rolling Stones Hot Rock 2, The Rolling Stones Rock N Roll (1991), Jump's Back (1991), The Rolling Stones 1971-1983, Stripes (1995), Bridge Of Babylon (1997), The Rolling Stones ....(2005) plus CD MP3 The Rolling Stones. Setelah belajar The Rolling Stones, aku baru tahu kalau The Rolling Stones itu musiknya rock n roll bukan hard rock, aku baru tahu kalau lagu "Angie" yang pernah aku dengar saat masih usia kanak-kanak adalah lagunya The Rolling Stones. Aku juga mulai kenal lagu "I Can't Get No (Satisfaction)" yang mengundang histeria penonton, tetapi ternyata terdengar biasa-biasa saja. Tetapi aku justru tertarik dengan lagu "Paint In Black" yang dibuka dengan petikan sitar India Brian Jones, lagu "She's A Rainbow" yang dibuka dengan denting piano Ian Stewart sepanjang 5 bar dan langsung masuk ke reffrain serta dibumbui oleh suara gesekan cello dan biola dan string orkestra. Intinya lagu-lagu The Rolling Stones yang pas dengan telingaku hanya lagu-lagu zamannya psycadelick di tahun 1960-an. Keep On Classick Rock... Nugroho Wahyu Utomo

Ini Pink Floyd Bukan Sakura-nya Fariz RM


INI PINK FLOYD BUKAN SAKURA-NYA FARIZ RM
Pada bulan Februari 1985, teman kakakku, Mas Adam Seno membawa kaset Pink Floyd-Animal (1977) produksi Aquarius - Perina. Isi kasetnya yang putih dan terkesan jadul, langsung dipasang kakakku di tape deck. Pada side A lagu pertama langsung berbunyi suara kibor yang menampilkan melodi etnis klasik Japan dan membawa ingatanku pada intro kibor lagu "Sakura" nya Fariz RM. Ya itulah lagu "Pig" milik Pink Floyd sebagai lagu perkenalan. Rasa ingin tahuku tentang Pink Floyd terus bergelora saat itu juga. Who's Pink Floyd? Bertahun-tahun aku mencari tahu soal Pink Floyd sembari membaca biografinya via majalah musik, tabloid musik, sampai mengumpulkan kaset-kasetnya yang hingga kini belum komplet, akhirnya aku menyimpulkan kalau Pink Floyd itu band asal Inggris. Gila, musiknya memang unik sekali ketika aku mendengarnya. Masing-masing lagu mampu menunjukkan karakter yang berbeda tetapi masih berada pada koridor musik Pink Floyd yang senantiasa menampilkan sound efek nan nglangut. Selain itu Pink Floyd banyak mengumbar corak musik slow bit funk dengan bluess yang kental. Coba simak lagu "Echoes" dari album Middle (1971) yang panjang dan bernuansa blues. Aku suka sekali dengan melodi lagu itu, sampai aku simpan dalam perangkat mini mp3 playerku. Berikut koleksi Pink Floyd yang berhasil aku kumpulkan dari hasil hunting di toko kaset, penjual kaset bekas, dan penjual cd mp3: Umaguma (1969), Middle (1971), The Dark Side On Moon (1973), Wish You Were Here (1975), Animal (1977), The Wall (1980), Final Cut (1983), A Momentary Lapse Of Reason (1988), Pink Floyd ....(1994), Echoes-The Best Of Pink Floyd (2002), CD Mp3 Pink Floyd-Yes, CD Mp3 Pink Floyd, DVD Pink Floyd. Keep On Classick Rock... Nugroho Wahyu Utomo